Jamu Coro Penghilang Masuk Angin, Jamu Jun Sudah Generasi Keempat

Diposting pada

RADARSEMARANG.ID – Minuman Jamu Coro sudah lama populer di masyarakat Kota Wali Demak. Minuman berkhasiat ini bisa menjadi sarana penghangat badan. Selain mengeyangkan perut juga penghilang masuk angin.

Minuman ini  terbuat dari bahan-bahan rempah. Seperti gula aren, jahe, sere, pandan wangi, kelapa muda, merica, dan lainnya. Semua bahan kemudian dicampur dengan tepung ketan.

Sudirwan, warga RT 2 RW 7, Desa Mijen, Kecamatan Mijen merupakan salah satu pembuat dan penjual Jamu Coro. Ia membikin Jamu Coro sejak 2016.

“Jamu Coro ini tinggalane mbahe (warisan turun temurun dari nenek). Namanya Mbah Puryati. Karena beliau sudah meninggal, usaha Jamu Coro ini saya lanjutkan,”katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang.

Teknis membuat Jamu Coro cukup sederhana. Meskipun begitu, tetap butuh waktu yang agak lama. “Saya mulai membuat Jamu Coro ini sekitar pukul 03.00 dinihari,”ujarnya.

Jahe sebagai salah satu bahan ditumbuk dulu lalu dibakar. Agar lebih cepat, setelah jahe dibakar  baru diblender. Juga kadang bahan-bahan di sangrai.

“Sekarang memang sudah banyak terbantu alat atau teknologi yang canggih, sehingga cukup diblender,”kata dia.

Setiap hari, Sudirwan membuat Jamu Coro. Ia berjualan di pertigaan Mijen, tepatnya di wilayah Dukuh Bengkal, Desa Mijen, Kecamatan Mijen, Demak, pukul 05.00 sampai 09.00.

Sudirwan menambahkan, selain berjualan secara konvensional, dia kerap ikut bazaar UMKM. Seperti saat pameran di Lapangan Mintorpgo Mijen dalam dua hari ini.  Juga kerap mendapat order  untuk hajatan pernikahan, sunatan, acara pemerintahan, dan lainnya.

“Belum lama ini ada order hajatan nikahan di Desa Bremi dan Jleper. Kita masakkan lalu Jamu Coro diambil,”ujarnya.

Kadang ada pesanan lainnya  Biasanya Jamu Coro dimasukkan plastik kecil untuk memudahkan order.

Jika dibungkus plastik, satu porsi bisa jadi dua. Sebab, jika ada acara dan kalau minum pakai gelas kecil kadang bisa tumpah. “Pemerintah Kecamatan Mijen kalau ada acara pesan ke sini,”katanya.

Jika ada pesanan dari pesta pernikahan bisa habis 200 porsi (mangkok). Harga Rp 4 ribu per porsi. Sedangkan saat ada pameran atau hari biasa seperti ini bisa menghabiskan 75 porsi tiap hari.

Baca Juga :   KULINER JOGJA: Martabak Enak di Yogyakarta Pas untuk Camilan Malam

“Bahan-bahan naik semua. Mau kita naikkan harganya tidak tega. Tapi, yang minta dinaikkan malah dari pelanggan,”ujarnya.

Minum Jamu Coro yang enak adalah saat masih panas. Lalu, diselingi dengan jajanan lain. Seperti pisang goreng, sukun goreng, ketela goreng, dan lainnya.

“Yang sudah jadi langganana adalah pegawia bank, pegawai puskesmas, para petani bawang maupun warga lainnya. Biasanya mereka kalau membungkus ya antara 10 hingga 15,”kata Sudirwan.

Dari jualan jamu itu, hasilnya bisa untuk membiayai sekolah anak-anaknya. “Untung sedikit tapi lancar,”katanya senang.

Musriah yang berjualan Jamu Jun di Jalan Kranggan, Semarang Tengah. (IDA FADILAH/JAWA POS RADAR SEMARANG)

Di Semarang, Jamu Coro dikenal sebagai Jamu Jun.  Jamu ini bentuknya cairan kental, lebih mirip bubur. Minuman tradisional ini mulai langka. Di Kota Semarang hanya ada di beberapa tempat. Di antaranya, di Jalan Kranggan, Semarang Tengah, dan Jalan Lampersari, Lamper Lor, Semarang Selatan.

Di Jalan Kranggan, penjualnya bernama Musriah. Wanita 48 tahun ini berjualan Jamu Jun sejak 2011 lalu.

Saat ditemui di lapak jualannya, ia sedang melayani pembeli. Ada yang minum di tempat. Ada yang minta dibungkus. Lapaknya sederhana. Berada di pinggir jalan depan toko yang sudah tutup. Berdampingan dengan penjual lainnya, seperti sate dan batagor.

Ia membawa Jamu Jun dalam jun atau kendi besar yang terbuat dari tanah. Di sekelilingnya, ia tata dua botol masing-masing berisi santan cair dan bubuk merica. Ada pula ketan manis yang ditaruh dalam toples. Pengambilannya dengan cara dicomot sedikit, kemudian dibentuk bulat.  Mus –panggilan akrabnya– juga menyediakan beberapa kursi bagi para pembeli.

Dalam penyajiannya, Mus menggunakan mangkok kecil. Ia mencomot ketan manis sekitar tiga bulatan, kemudian dituang jamu hangat dari jun menggunakan irus berbentuk kotak panjang dari bambu. Jamu itu diberi santan dan ditaburi bubuk merica. Satu porsi dijual Rp 5.000. “Ada juga yang minta tak diberi merica, tergantung selera,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang.

Untuk pembuatan Jamu Jun hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Ia mencampur rempah-rempah, seperti cengkeh, sereh, kayu manis, merica, dan lain-lain dengan tepung beras, gula jawa, dan gula pasir. Selama proses itu, harus diaduk terus supaya tidak gosong.

Baca Juga :   Kuliner Khas NTT : Ubi Goreng Oebelo Rasa Gurih Kalahkan Ubi Nuabosi Ende

Adapun ketannya ia buat dari tepung ketan, tepung beras, jahe, dan gula jawa. Dengan bahan-bahan demikian, rasa jamu ini tidak pahit melainkan manis. Ditambah merica, rasanya menjadi manis, pedas, dan gurih. Unik!

Khasiat Jamu Jun, Mus mengklaim bisa menghilangkan capek dan membuat badan lebih segar.

Warga asli Bonang, Demak ini merupakan generasi keempat. Ia melanjutkan usaha jualan Jamu Jun turun temurun dari nenek buyutnya. “Dari buyut, budhe, lik, mertua, semua jualan Jamu Jun. Kalau saya, meneruskan mamak yang sudah berhenti 10 tahun lalu,” ujarnya.

Dijelaskan, awalnya ia berjualan di Pasar Johar sebelum terjadi kebakaran. Setelah peristiwa kebakaran, Mus pindah lapak di Jembatan Berok, lalu di Jalan Gang Baru, dan terakhir di Jalan Kranggan. Ia juga sempat ider alias berjualan keliling dari kampung ke kampung.

Mus biasa berjualan mulai pukul 09.00 di Pasar Johar Baru. Saat malam hari, ia ganti jualan di Jalan Kranggan mulai pukul 18.00.  Selain jualan saban hari, Mus juga acap kali menerima pesanan. Biasanya ia melayani pesanan untuk hajatan seperti pernikahan, khitan, acara tujuh bulanan, serta event-event lain.

Diakuinya, ia sangat terkesan ketika menggarap pesanan sebuah acara di Kota Lama beberapa waktu lalu. Kala itu, ia tak menyangka jamu buatannya dinikmati Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. “Ternyata Pak Ganjar minum jamu ini, saya senang sekali,” ungkapnya.

Mengenai sejarah jamu yang mirip dengan bubur ini, Mus mengatakan sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Konon, jamu ini menjadi salah satu sumber vitamin para pejuang. Namun, ia mengaku tak mengetahui lebih jauh.

Salah satu pelanggan Ahmad Kholiq menuturkan, ia sudah sejak kecil mengonsumsi Jamu Jun. Menurutnya, saat Jamu Jun masuk mulut, aroma rempahnya sangat terasa. Begitupun harumnya, khas. Saat ditelan, ada sensasi hangat di tenggorokan.

“Setiap kali menikmati Jamu Jun badan terasa lebih hangat dan lebih segar. Kalau bagi saya jamu ini cocok dinikmati saat malam hari atau ketika dingin,” katanya. (hib/ifa/aro)

Artikel ini bersumber dari : radarsemarang.jawapos.com.

  • Baca Artikel Menarik Lainnya dari Travelling.Web.id di Google News

  • Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *