TIMESINDONESIA, JAKARTA – Desa pesisir bernama Air Hitam Laut yang berada di Kawasan Delta Sungai Batanghari, dekat Taman Nasional Berbak, Kabupaten Tanjung Timur, Provinsi Jambi, merupakan Desa di tepi pantai yang spesial karena dijadikan tempat bagi warga Jambi untuk melakukan ritual budaya Mandi Safar.
Konon, pada bulan Safar, Allah SWT menurunkan ratusan ribu macam bencana ke dunia. Terutama pada hari Rabu terakhir pada bulan ini. Hari nahas ini dibahasakan dalam Al-Quran Surat 54 ayat 19 sebagai yaumi nahsiin mustamirrin alias hari nahas yang menerus. Ayat ini kemudian banyak dibahas oleh para ulama ahli tafsir.
Hal ini juga dipercaya oleh masyarakat Jambi dan menjadi dasar dari pelaksanaan ritual Mandi Safar. Meskipun mereka menegaskan, bahwa ritual ini hanyalah sebuah budaya turun-temurun dan bukan termasuk dari ritual agama.
Untuk mencapai Desa Air Hitam Kecamatan Sadu, Tim Ekspedisi Sungai Batanghari dari Kenduri Swarnabhumi Kemendikbudristek melakukan perjalanan dengan kapal laut selama hampir 4 Jam dari Dermaga Muara Sabak, Kampung Singkep, Muara Sabak Barat.
Jalur tercepat menuju ke Desa Air Hitam Laut harus menelusuri Sungai Batanghari hingga keluar muara. Lalu menerjang laut lepas selama 3 jam sebelum akhirnya berlabuh di Desa Air Hitam Laut. Perjalanan darat bisa dilakukan, tapi membutuhkan waktu hingga minimal 12 jam setelah melewati jalan aspal berlubang.
Pada Rabu (21/9/2022) kemarin, tepat pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar 1444 H, Tim Ekspedisi bergabung dengan warga Desa Air Hitam Laut untuk ikut merayakan ritual budaya Mandi Safar. Ritual budaya tersebut sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Namun, kini menjadi festival budaya dan dihelat setiap tahun oleh pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
“Awalnya, Mandi Safar adalah ritual warga setempat yang dilakukan masing-masing individu. Secara turun temurun,” kata Sekda Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Sapril dalam keterangan yang diterima TIMES Indonesia, Kamis (22/9/2022).
Namun, ritual tersebut, mulai dikemas secara serius oleh pemerintah Jambi pada tahun 1970. Dengan kegiatan budaya yang bersifat masif. Setiap tahunnya, acara Mandi Safar didatangi ribuan wisatawan. Lokasi kegiatan budaya tersebut pun mulai dihelat di pinggir pantai. Bukan lagi di rumah masing-masing warga Desa Air Hitam Laut.
“Itu murni ritual budaya saja, bukan ritual agama. Selalu dilaksanakan pada bulan Safar tahun Hijriah. Tujuannya untuk menolak bala. Agar warga desa Air Hitam laut itu bisa sejahtera,” ucap Sapril.
Tim Ekspedisi tiba sehari sebelumnya yakni pada Selasa (20/9) di Dermaga Air Hitam Laut saat matahari berada tepat di atas kepala. Tim Ekspedisi disambut warga setempat yang menarikan Tari Sekapur Sirih, khas tari Melayu. Tim dan seluruh rombongan Kenduri Swarnabhumi menginap di rumah warga dan komunitas Air Hitam. Tim Ekspedisi kebetulan menempati sebuah rumah yang dekat dengan pantai.
Pantai tempat Ritual Budaya Air Hitam Laut juga dikenal dengan nama Pantai Babussalam.
Keesokan harinya, ribuan orang tumpah ruah membanjiri Pantai Babussalam, Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Bukan hanya diramaikan warga desa tersebut, pendatang juga ada yang berasal dari luar Jambi.
Ritual ini akan dipimpin oleh para tetua adat dan dibantu oleh Komunitas Budaya Air Hitam yang terdiri dari pemuda dan pemudi Desa Air Hitam Laut. “Mandi Safar ini ritual budaya, bukan syariat Islam. Selalu digelar setiap Rabu bulan Hijriah,” kata Ketua Adat Desa Air Hitam Laut sekaligus Pimpinan Pondok Pesantren Wali Petu, Tanjung Jabung Timur, As’ad Arsyad.
Mandi Safar dimulai sejak matahari terbit. Mula-mula dilakukan pembacaan doa dan lantunan shalawat bersama-sama. Dilanjutkan dengan prosesi melarungkan menara tunggal tiga tingkat setinggi hampir lima meter. Setiap tingkatan mewakili pemahaman Iman, Ihsan dan Islam. Menara tersebut berbentuk segi empat, yang melambangkan unsur penciptaan air, api, angin dan tanah.
Kemudian, kalimat-kalimat doa dituliskan di atas 1.111 lembar daun. Untaian doa tersebut diharapkan bisa menjadi penangkal musibah. “Jumlah daunnya harus ganjil karena angka yang baik,” ucap As’ad. Kemudian secara perlahan, ribuan orang mulai menceburkan diri ke air laut Pantai Babussalam.
Wanita dan pria tidak boleh mandi bersama. Panitia membentangkan tali sebagai pembatas. Prosesi tersebut baru selesai menjelang tengah hari. Ritual Mandi Safar merupakan acara puncak festival kebudayaan Desa Air Hitam Laut. Sebelumnya, para santri Ponpes Wali Petu Desa Air Hitam juga melakukan khataman Alquran.
Menurut As’ad, warga Desa Air Hitam Laut meyakini, setiap Rabu di pekan terakhir bulan Hijriah akan datang 120.000 bala. “Makanya dilakukan proses Mandi Safar, untuk menolak bala tersebut,” ucapnya.
Ritual ini konon sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Mulanya hanya dilakukan oleh warga Desa Air Hitam Laut di rumah masing-masing. Namun, sejak 1965, mulai dilakukan secara masif dan terkonsentrasi di Pantai Babussalam. Tujuannya, agar ritual Mandi Safar bisa lebih bermakna dan menjadi satu tradisi adat istiadat yang bisa menarik perhatian dunia. “Insya Allah, tradisi budaya ini akan terus dijaga. Terus dipertahankan karena menjadi perekat silaturahmi masyarakat Air Hitam Laut,” ujar As’ad. (*)
**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.
Artikel ini bersumber dari : www.timesindonesia.co.id.