Siapa sangka bahwa Kabupaten Pangandaran menjadi destinasi perjalanan dari seorang pangeran Padjadjaran. Ia singgah di suatu lokasi yang kini menjadi Taman Wisata alam (TWA) Cagar Alam Pananjung.
Peninggalannya berupa susunan batuan, yang disebut masyarakat sekitar dengan sebutan Situs Batu Kalde. Sedangkan, pangeran Padjajaran yang singgah ke Batu Kalde bernama Prabu Jaya Pakuan.
Informasi yang diterima detikJabar dari catatan Database Cagar Budaya, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten.
|
Di sekitar situs terdapat beberapa objek wisata alam seperti pantai Pasir Putih, gua-gua karst, air terjun, dan mata air, selain itu juga terdapat objek wisata sejarah berupa bunker-bunker peninggalan Jepang pada masa Perang Dunia ke II.
Situs ini dinamakan Batu Kalde karena terdapat sebuah arca sapi yang diartikan masyarakat sebagai “kalde”, bahasa Sunda dari keledai karena bentuknya yang mirip dengan hewan tersebut.
Namun sebenarnya arca tersebut adalah Nandi, wahana (kendaraan) dari Dewa Siwa dalam mitologi Hindu.
Pun demikian, sebagaimana kehadiran Nandi sebagai wahana dewa, pastilah ada penunggang dari wahana tersebut di situs ini, yakni Dewa Siwa. Dewa Siwa diwujudkan dalam bentuk lithomorphic, yakni lingga yoni.
Lingga memiliki makna simbol kejantanan berbentuk phallus atau alat kelamin laki-laki, sebagai bijavan atau pemberi benih kehidupan. Yoni memiliki menyerupai vagina atau alat kelamin wanita, lambang kesuburan yang disimbolkan sebagai Parvati, shakti Siwa.
Yoni adalah tumpuan dari lingga, bersatunya lingga dan yoni adalah pertemuan antara Purusa (laki-laki) dengan Pradhana (wanita) sehingga muncul kelahiran (kehidupan baru).
Namun sayangnya, di Situs Batu Kalde hanya tersisa arca sebuah yoni tanpa lingga, diduga hilang karena bentuknya yang dapat dipindahkan dengan mudah.
Selain kedua objek representasi dari Dewa Siwa, juga terdapat sebuah batu menyerupai umpak dengan dasar persegi, di tiap sudutnya memiliki tonjolan motif segitiga yang menyerupai kelopak bunga, dan di atasnya berbentuk lingkaran, batu-batu berbentuk balok dan sudut serta umpak-umpak di permukaan tanah yang terkonsentrasi dan membentuk sebuah denah persegi di sebelah barat arca Nandi dan yoni.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menyatakan bahwa masih banyak batu-batu berbentuk balok yang terkubur dalam tanah.
Staff Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Banten Sony Prasetia yang turut melakukan ekskavasi di Batu Kalde mengatakan, BPCB telah melakukan kajian-kajian dan mendapati bahwa ukuran dari struktur balok-balok batu dan umpak setelah dilakukan ekskavasi kembali yakni 12 x 12 meter.
|
Sebelumnya, Balai Arkeologi Bandung tahun 2000 melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa ada sebuah struktur di sebelah timur struktur berukuran 12 x 12 meter namun sudah tidak jelas bentuknya karena hancur.
“Tidak hanya itu, ekskavasi penyelamatan yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten tahun 2016-2017 mendapati temuan berupa pagar keliling kuno yang tersusun dari batu-batu gamping berukuran 46 x 46 meter,” ucapnya belum lama ini.
Berdasarkan tinggalan arkeologis yang ada di Situs Batu Kalde, diindikasikan bahwa situs ini berupa candi yang letaknya berada di pesisir pantai selatan pulau Jawa.
Data sejarah mengenai situs ini sempat disinggung dalam naskah kuno berbahasa Sunda, Perjalanan Bujangga Manik, yang melakukan perjalanan religius mengunjungi tempat-tempat suci di Jawa dan Bali pada sekitar abad 15-16 Masehi.
Bujangga Manik mengunjungi sebuah tempat suci di Pananjung. Kemungkinan yang dimaksud dengan tempat suci di Pananjung inilah yang saat ini dikenal sebagai Situs Batu Kalde.
Bujangga Manik telah melakukan perjalanan sebanyak 2 kali ke wilayah timur yaitu Jawa dan Bali. Selanjutnya ditulis dan diberi nama NaskahBujangga Manik.
(yum/yum)
Artikel ini bersumber dari : www.detik.com.