JAKARTA – Kegiatan nongkrong telah menjadi budaya beragam lapisan masyarakat, tak peduli usia. Belakangan masyarakat juga disuguhkan dengan banyak pilihan tempat nongkrong, mulai dari kafe yang paling mahal sampai angkringan yang murah meriah. Animo warga untuk berkumpul juga kian membuncah setelah dua tahun lebih didera beragam pembatasan akibat pandemi covid-19.
Salah satu yang terlihat merambah di berbagai kota adalah angkringan. Warung makan pinggir jalan yang dominan ada di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah itu, ini merambah ke wilayah lain, hingga Mataram di Nusa Tenggara Barat dan Jakarta, tak terkecuali.
Salah satu yang signifikan khas dari angkringan adalah elemen informalnya, dimana tamu berbaur satu sama lain tanpa kursi, alias lesehan. Dan, yang tak ketinggalan adalah harga makanan yang murah. Ya, angkringan pada awalnya adalah warung yang disediakan untuk warga kampung berkumpul dan bercengkerama.
Ini yang membuat Rizky Gustiawan tertarik untuk menekuni bisnis tongkrongan menyuguhkan makanan murah. Dia menggelarnya di area dekat kampusnya, di Universitas Syarif Hidayatullah atau biasa dikenal UIN Jakarta.
Dia mengaku terilhami pengalaman masa berkuliah. Kerap, dia dan kawan-kawan memerlukan tempat diskusi atau sekadar bersantai bersama. Sayangnya, fasilitas-fasiilitas yang menyediakan keperluan itu, tak terjangkau isi kocek mahasiswa. Upaya untuk bisa kumpul meriah, kerap jadi tak murah.
Tak Berdarah Jawa
Dari sini, dia bertekad, jika ada rezeki, akan menggelar usaha tempat nongkrong yang asyik dengan makanan yang enak tapi murah di lokasi dekat dengan kampusnya berada.
“Dulu aja waktu saya ngampus cuma dapat uang jajan sekitar Rp50.000, buat beli bensin Rp10.000, jajan sama pegangan, kaya buat print dan lainnya Rp30.000. Kalau ada sisa bakal ditabung 10.000. Kalau makan ya di rumah aja biar hemat,” katanya, saat berbincang dengam Validnews di kediamannya, Senin (19/09).
Tak lama usai lulus, usaha ini dirintisnya sejak Juli lalu. Niatnya, menyediakan tempat nongkrong dan makan untuk mahasiswa yang uang jajannya terbatas. Karena ini pula, kebanyakan pelanggannya adalah kalangan dekat. Ada yang kenalannya dahulu semasa kuliah, mahasiswa sekitar, teman semasa SMA hingga tetangga.
Rizky bercerita soal ihwal penyematan ‘Angkringan Ndalem 27’ di warungnya. Ada filosofi Jawa yang dikaitkan. ‘Ndalem’ adalah sebutan buat rumah yang letaknya masuk di kampung, dalam bahasa Jawa. Dan, angka 27 adalah tanggal ulang tahun sang kekasih.
Padahal Rizky sendiri tak berdarah Jawa. Dia mengaku tertarik dan suka dengan budaya dan ciri khas Jawa.
“Saya aslinya Betawi campuran juga sama Sunda, tapi ya senang aja sama budaya Jawa. Jadinya juga mulai terinspirasi dari sana,” akunya.
Yang dia pahami, angkringan merupakan salah satu wujud kearifan lokal sekaligus street food Indonesia yang legendaris.
Pilih Di Dalam Gang
Angkringan sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni angkring yang berarti alat dan tempat jualan makanan keliling yang pikulannya berbentuk melengkung ke atas. Juga, bisa diartikan sebagai sebuah gerobak dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman di pinggir jalan di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Di Solo maupun Klaten, angkringan dikenal sebagai ‘Warung Hik’’ atau warung yang menyediakan hidangan istimewa ala kampung, atau wedangan. Gerobak angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli.
Beroperasi mulai sore hingga dini hari, dahulu angkringan mengandalkan penerangan tradisional, yaitu sentir atau lentera sederhana dari botol biasanya berukuran pendek lengkap dengan sumbu dan minyak tanah.
Makanan yang dijual meliputi ‘nasi kucing’ berupa nasi dengan lauk sederhana yang besar nasinya tak sampai sekepal orang dewasa. Karena ukurannya yang sedikit, maka nasi ini disebut hanya cukup untuk konsumsi kucing. Ada pula gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik, dan lain-lain yang menyertai.
Sementara itu, minuman yang dijual, biasanya teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe, susu, bahkan minuman bubuk dalam kemasan. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.
Rizky mengaku, sebelum benar-benar memulai bisnisnya, dia sempat melakukan observasi. Yang jadi objeknya adalah angkringan lainnya di sekitar daerahnya. Mendatangi satu persatu, dia melihat bagaimana penjual menyajikan makanan, suasana tempat angkringan, harga, hingga perilaku pembeli.
Ada yang diperhatikannya lebih jauh, yakni pengamen dan pengemis yang datang silih berganti dan mengganggu pelanggan. Dari situ, dia memutuskan mencari tempat di dalam gang untuk mengurangi gangguan. Dengan merogoh kocek hingga 7.500.000, dia memulai usahanya. Dana itu dipakai membeli gerobak, meja dan kursi, peralatan masak dan makan, hingga bahan baku awal.
Bantu Anak Muda
Dia juga cermat menghitung harga. Dari observasi ke banyak angkringan, Rizky menemukan banyak harga yang bervariasi, mulai dari satu jutaan hingga tiga jutaan. Dia juga melakukan observasi ke pasar untuk mencari supplier langganan bahan baku.
” Untuk belanja bahan harian saya melakukannya sendiri,” katanya.
Saban hari, kesibukannya dimulai jam 10 pagi, dengan pergi ke pasar untuk membeli bahan baku frozen food seperti sosis, bakso, fishroll, dumpling, salmon ball dan lain-lain. Lalu, untuk tusukan ia membeli usus ayam, kepala ayam, ati ampela, ceker, dan telur puyuh.
Setiba di rumah, bersama saudaranya yang masih SMA, Rizky membersihkan, menusuk dan memarinasi bahan makanan yang sudah dibelinya. Sang ibunda juga turut membantu membuat nasi bakar, beserta sambal khas.
Namun, bukan bisnis namanya jika tidak punya musuh. Ketika hujan datang, kebanyakan orang lebih memilih berdiam diri di dalam rumah sambil ketimbang berada di angkringan.
Ihwal niatnya berusaha makanan bukan lah datang tiba-tiba.
Meski saat kuliah dia lebih fokus pada studi soal agribisnis, menjadi pengusaha adalah impiannya. Kecintaan Rizky pada dunia kuliner membuatnya membuka dua usaha food and beverage sekaligus, yakni angkringan dan catering.
Buatnya, menyediakan ruang diskusi atau tempat sekadar berkumpul anak-anak muda dengan makanan terjangkau kocek mereka, adalah bisnis yang tetap menjanjikan. Sekaligus, ini adalah manifestasi niatan membuka lapangan pekerjaan.
Kini, dia juga mengajak kerabatnya yang masih SMA untuk membantunya. Dengan waktu kerja di luar jam sekolah, Rizky bisa membantu mereka punya uang jajan dan menyekolahkan diri sendiri.
Di benaknya, terselip niat untuk mengajak anak-anak sekolah, terutama di lingkungan rumah, punya pekerjaan sampingan. Pada saat sama, pria berusia 26 tahun blasteran Betawi-Sunda ingin budaya Jawa semakin dikenal masyarakat sekitar.
Artikel ini bersumber dari : www.validnews.id.